Meneladani Perjuangan Jenderal Soedirman

Agustus 07, 2016

Hello Readers, kali ini saya akan berbagi cerita sejarah tentang seorang tokoh yang bisa kita ambil banyak pelajaran darinya. Siapakah dia? Penasaran kan? Makanya, terusin bacanya :p

Jika anda adalah orang Indonesia, pasti anda tidak asing dengan nama Jenderal Soedirman. Salah satu pahlawan yang dikenang karena keberaniannya, pengorbanannya dan tentu cita - cita luhurnya. Saat ini, nama beliau sudah banyak diabadikan menjadi nama jalan, monumen, dan universitas. Nama harum beliau seperti tidak pernah absen dari buku - buku sejarah Republik Indonesia. Melalui blogpost ini, saya akan membahas perjalanan hidup beliau dan pelajaran apa saja yang dapat kita ambil dari perjalanan hidup beliau, serta apa saja yang dapat kita teladani dari diri seorang Jenderal Soedirman.

Jenderal Soedirman
(Dok. Sejarah Indo)

Mengenal Lebih Dekat
Jenderal Soedirman dilahirkan pada 24 Januari 1916 di Purbalingga, Jawa Tengah. Beliau terlahir dari kalangan rakyat biasa. Ayahnya, Karsid Kartowirodji adalah seorang pekerja di pabrik gula Kalibagor, Banyumas. Ibunya, Siyem adalah keturunan wedana Rembang. Beliau kemudian hidup bersama pamannya R. Tjokrosoenaryo yang merupakan seorang priyayi. Beliau bersama keluarganya kemudian pindah ke Cilacap, Jawa Tengah.

Selama menempuh pendidikan dasar dan menengah, beliau sangat aktif di beberapa kegiatan ekstrakurikuler termasuk mengikuti program kepanduan Hizbul Wathan yang dijalankan oleh Muhammadiyah. Selain itu, beliau juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah dan aktif menjadi pemimpin pemuda Muhammadiyah. Dari situ, kemampuan beliau dalam memimpin dan berorganisasi terasah dengan baik. Soedirman muda dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada agama Islam. Beliau melanjutkan pendidikan di sekolah keguruan hingga tahun 1936. Setelah itu beliau mengabdi menjadi guru dan kepala sekolah di sekolah dasar Muhammadiyah.

Nah, sebelum saya lanjut ke poin berikutnya, apa pelajaran yang kita petik dari latar belakang beliau? Ada yang tahu?

Ya, ternyata setiap orang bisa berkontribusi untuk Republik Indonesia. Nggak peduli posisinya sebagai pejabat, pegawai, rakyat biasa, dll. Jenderal Soedirman adalah buktinya. Beliau berasal dari kalangan rakyat biasa, namun jasanya luar biasa.

Dan juga, ternyata berorganisasi itu sangat penting untuk melatih jiwa kepemimpinan. Di organisasi - organisasi dibawah Muhammadiyah lah, jiwa kepemimpinan seorang Jenderal Soedirman tumbuh dan terasah. Makanya jangan kuper dan menutup diri. Ikutilah organisasi untuk melatih jiwa kepemimpinan.

Perjalanan di Ranah Militer
Soedirman muda mengawali perjalanannya di ranah militer dengan mengikuti pendidikan PETA di Bogor. Setelah menyelesaikan pendidikannya, beliau kemudian diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya, Jawa Tengah. Setelah kemerdekaan Indonesia, beliau diangkat menjadi Panglima Divisi V Banyumas dengan pangkat Kolonel ketika masa - masa awal Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk.

Ketika Belanda dan sekutu datang ke Indonesia, Soedirman memerintahkan Letnan Kolonel Isdiman untuk menyerang basis sekutu di Semarang. Namun usaha tersebut gagal dan Letnan Kolonel Isdiman gugur dalam pertempuran melawan pasukan Inggris. Pada penyerangan kedua, TKR yang dipimpin oleh Soedirman berhasil memukul mundur tentara sekutu, dengan memusnahkan fasilitas penerbangan sekutu, serta melakukan penyerangan dan pengepungan di Semarang. Pada 18 Desember 1945, Presiden Soekarno melantik Soedirman menjadi Panglima Besar karena prestasinya.

Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan agresi militer I dan menduduki sebagian besar Jawa dan Sumatera. Namun pada saat itu tentara Indonesia belum siap dan pertahanan tentara kita dapat ditaklukkan dengan cepat. Jenderal Soedirman kemudian memerintahkan tentara Indonesia untuk kembali ke wilayah yang masih dikuasai Indonesia.

Pada 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresi militer II. Soedirman mendesak presiden dan wakil presiden untuk meninggalkan Kota Yogyakarta dan bergerilya. Namun desakannya ditolak. Jenderal Soedirman pun tetap pada pilihannya untuk bergerilya demi mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Dengan kondisi fisik yang melemah akibat penyakit TBC, Jenderal Soedirman tetap bergerilya dan mempersiapkan strategi untuk pertempuran besar. Beliau memilih Sobo (daerah di dekat Gunung Lawu) sebagai markas gerilya. Dan di markas di Sobo itulah terjadi pertemuan antara Jenderal Soedirman, Gubernur Wongsonagoro, Letkol Wiliater Hutagalung, Kolonel Bambang Sugeng yang menghasilkan rencana serangan umum 1 Maret 1949.
Dengan kondisi fisik yang lemah, Jenderal Soedirman tetap bergerilya meski harus ditandu
(Dok. Historia)
Rute gerilya pasukan Jenderal Soedirman, ratusan kilometer tetap ditempuh.
(Dok. Blog-Fardiaz)

Pasukan TNI dibawah komando Letkol Soeharto berhasil merebut Yogyakarta. Serangan umum 1 Maret 1949 pun terlaksana dengan baik.

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, Jenderal Soedirman kemudian diangkat menjadi Panglima Besar TNI di negara yang saat itu bernama Republik Indonesia Serikat. Beliau pun masih berjuang dengan penyakit TBC-nya. Jenderal Soedirman wafat pada 29 Januari 1950 di Magelang. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara Semaki, Yogyakarta.
Makam Jenderal Soedirman di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara
(Dok. Wikipedia)

Dari cerita di atas, kita banyak belajar arti pengorbanan yang telah dicontohkan oleh Jenderal Soedirman. Sanggupkah anda apabila anda hanya memiliki setengah paru - paru, mengidap TBC dan harus bergerilya sambil mengatur siasat selama berbulan - bulan, dan menempuh ratusan kilometer?

Banyak sekali pelajaran yang kita dapat selain pengorbanan. Namun sengaja tidak saya sebutkan untuk menjadi bahan renungan kita bersama. Sekian.

NB : Kalo mampir ke Jogja, jangan cuma main ke Malioboro atau ke Kaliurang atau ke pantai nya aja. Sesekali mampirlah ke tempat peristirahatan sang Jenderal untuk mengenang jasanya.

You Might Also Like

0 komentar