Salam Hangat dari Pakuwaja

Januari 24, 2017

Pesona alam nusantara selalu menyuguhkan keindahan yang beragam dan cerita menarik di dalamnya. Salah satunya Dataran tinggi Dieng. Dieng terletak di tengah-tengah pulau Jawa, nama Dieng berasal dari bahasa Kawi, ‘di’ berarti tempat atau gunung dan ‘hyang’ yang bermakna dewa, maka Dieng merupakan daerah pegunungan tempat para dewa bersemayam. Dataran tinggi Dieng dikelilingi oleh beberapa gunung, yaitu gunung Sindoro, gunung Sumbing, gunung Pakuwaja dan gunung Sikunir. Kawasan Dieng merupakan dataran yang subur, mayoritas warga sekitar berprofesi sebagai petani maka Dieng merupakan penghasil di sentra pertanian.

Perjalanan kali ini tempat yang dituju adalah gunung Pakuwaja, salah satu gunung yang berada di Kawasan Dataran tinggi Dieng.  Untuk menuju kesana ada tiga jalur pendakian yang bisa dilalui, yaitu jalur Dieng, jalur Parikesit, dan jalur Sembungan. Saya dan teman sependakian memilih jalur Dieng. Transportasi pun cukup menggunakan bus kecil dari terminal Wonosobo dan berhenti tepat di basecamp gunung Pakuwaja yang tak jauh dari jalan raya. Lokasi basecamp Pakuwaja tak jauh dengan basecamp gunung Prau jalur Patak Banteng sehingga bilamana kesana bisa mengunjungi dua gunung sekaligus.


Setelah menunggu beberapa teman dan mempersiapkan peralatan pendakian,  akhirnya saya pun mulai menjamah alam sejuk Dieng. Gunung Pakuwaja atau dalam bahasa Jawa ‘Pakuwojo’ adalah gunung yang terletak di tengah-tengah dataran pulau Jawa. Menurut cerita pewayangan, pada jaman dahulu ketika Pulau Jawa masih penuh dengan gejolak ketidakseimbangan, Dewa tertinggi yaitu Bhatara Guru mengambil bebatuan dari Puncak Himalaya lalu membawa dan menancapkan batu tersebut di tengah pulau Jawa, sehingga setelah itu pulau Jawa menjadi tentram dan damai. Maka dinamai gunung Pakuwaja atau paku di tanah Jawa sebagai penjaga kedamaian dan ketenangan. Saya memilih gunung Pakuwaja karena gunung ini belum populer di kalangan pendaki pada umumnya, sehingga kami ingin mencoba mencari kenikmatan mendaki gunung yang masih sepi.

Lahan pertanian yang mendominasi hampir setengah jalan menuju puncak Pakuwaja memudahkan kami untuk menyusuri pendakian, memang agak sedikit miris ketika melihat hampir seluruh bagian dari gunung Pakuwaja di eksploitasi berubah fungsi menjadi lahan bertani warga, sehingga tak banyak pohon atau semak belukar kami temukan. Setengah jalan mendekati puncak barulah kami harus melewati semak belukar yang cukup tinggi. Tak lama, kami menemukan tempat yang pas untuk mendirikan tenda dengan pemandangan yang cukup bagus. Sore hari menjelang, suasana sejuk dan sedikit dingin terasa, cahaya matahari yang menembus awan menghasilkan warna kekuningan pada daun dan rumput ilalang di sekitar tenda. Angin ramah meniup rerumputan tampak menari-nari seakan menyapa kami di sore hari, tak lama kabut di atas perbukitan menghilang mengikuti angin dan terlihat jalan setapak namun sangat curam yang menuju pada puncak Pakuwaja.

Maka bergegaslah kami untuk menuju puncak dengan hanya membawa perbekalan seadanya. Perlu diperhatikan bila melalui jalur yang kita lewati ini penuh dengan resiko yang besar, karena di kanan kiri jalan adalah tebing yang curam, dan bila turun hujan atau berkabut tidak disarankan untuk melanjutkan perjalanan. Dengan hati-hati saya dan teman-teman saling menjaga dan mengingatkan untuk memilih jalur yang tepat, disinilah kerja sama antar kelompok dan sikap kewaspadaan ditingkatkan. Dimana tidak hanya kita memperhatikan diri kita sendiri tetapi juga harus peduli terhadap rekan. Jalur setapak kami lewati dan didepan sana mulai berubah menanjak dengan kemiringan sekitar 70 derajat, tepat pada saat itu kabut mulai menyelimuti kami.



Tampak dari sana terlihat pemandangan yang sunyi dihiasi kabut berwarna putih kegelapan dan beberapa batu dari bukit itu terlihat menghitam. Jalan yang tadi kita lewati sebelumnya, akhirnya tertutup oleh kabut yang tebal. Akhirnya tak lama kami sampai pada puncak gunung Pakuwaja yang berada di ketinggian 2595 MDPL, disana bisa terlihat perbukitan yang mengelilingi dataran tinggi Dieng. Pada saat itu pukul 17.30 WIB sore saat senja datang di puncak Pakuwaja, dari jauh warna jingga kemerahan dengan balutan awan putih saling mengisi menghiasi langit saat itu. Matahari mulai mengecil meninggalkan langit dan turun kebawah dan terbenam dibalik bukit di seberang sana.
Dibawah kami tampak sebuah batu besar menjulang seperti pasak/paku yang disekitarnya terdapat cekungan. Konon itulah paku di tanah Jawa yang menjadi kunci kedamaian alam nusantara. Malamnya taburan bintang menghiasi langit kami, udara tidak cukup dingin dan tidak banyak angin berhembus. Saat itu kita menikmati malam dengan penuh ketenangan. Ada beberapa pendaki yang baru sampai, saat itu ada tiga rombongan yang mengunjungi Gunung Pakuwaja.

Pagi hari nya merupakan puncak dari keindahan di gunung Pakuwaja, matahari mulai muncul dengan bintik kecil lalu membesar diwarnai dengan kuning kemerahan menghiasi sekitarnya. Tak jauh terlihat gunung Sindoro yang begitu indah mengiringi matahari pagi di Pakuwaja. Rumput kering meguning diterpa cahaya pagi, kesejukan selalu menemani kami di setiap perjalanan menjelajahi Pakuwaja. Kami pun mencoba turun ke sebuah lembah kecil yang terletak berdekatan dengan batu yang menjulang tinggi seperti paku itu. Jalan setapak harus kita lewati, cuaca yang dingin dan matahari menyinari terasa hangat di pori-pori kulit.


Sampailah kita pada suatu padang rumput yang kering diterpa musim kemarau. Suasana yang begitu hening dan sepi tidak ada kegaduhan sama sekali membuat kami sangat nyaman untuk beristirahat menikmati suasana pagi. Matahari dari belakang bukit dibelakang kami belum tampak, baru sebagian cahayanya menyinari padang rumput itu. Inilah eksotisme Gunung Pakuwaja, bila kalian kesini maka keindahan dan keheningan alam lah yang di dapat. Sungguh nyaman dan tenang suasana saat itu, kami melepas lelah dan penat dengan merebahkan badan di atas rumput yang empuk. Diiringi lagu beraliran folk menambah kenikmatan itu.

Tak terasa waktupun telah menunjukkan jam 10 pagi, tapi kesunyian yang kami dapat di gunung itu tak ingin kami tinggalkan, walau begitu kami harus bergegas menuju tenda untuk untuk turun dan melanjutkan perjalanan berikutnya. Inilah cerita di Gunung Pakuwaja, menyambut kami dengan kehangatan dan kesunyianya yang menyimpan banyak misteri.  Tetaplah hening seperti itu, jauhkanlah dari segala macam kegaduhan, sejukanlah hati dan bekukanlah waktu.

You Might Also Like

0 komentar