Nikmatnya Kesejukan Alam Tanah Merbabu

Januari 08, 2017

Musim hujan mulai berhenti, padi di persawahan pun mulai menguning. Semilir angin menghempaskan butiran-butiran padi menuju panen besar. Musim panas telah datang, waktu yang tepat untuk menjelajahi Alam Nusantara yang penuh dengan keindahan yang tiada habisnya.

Kali ini kami akan menuju Tanah Jawa, tempat dimana keramah-tamahan warganya begitu hangat dan alamnya menyuguhkan keindahan yang khas. Bertempat di Daerah Boyolali, Jawa Tengah, Gunung Merbabu berdiri tinggi dengan gagah. Kami pun bersama dengan beberapa teman pendaki lainnya memutuskan untuk memanjat Gunung tersebut untuk menguak keindahan di dalamnya.


Pada Sabtu, 6 Juni 2015 bersama dengan lima teman, kami mendaki Gunung Merbabu. Pendakian kami dimulai dengan melalui Jalur Selo Boyolali, Jawa Tengah. Disitu terdapat pemandangan menarik yang kami jumpai, yaitu rumah warga yang dijadikan camp sebagai tempat istirahat para pendaki. Uniknya, para warga tersebut tidak mengenakan biaya sepeserpun pada para pendaki. Hal ini tidak akan ditemukan di area pendakian lain, dan ini baru satu keunikan yang terdapat di Merbabu.

Pada awal pendakian adalah hal yang paling melelahkan, 15 menit pertama merupakan penyesuaian tubuh kita dengan alam dan medan pendakian. Tetapi setelah itu, keadaan tubuh kita akan normal kembali dan perjalanan akan menjadi lancar.

Perjalanan kami lanjutkan, dan aroma pohon juga semak belukar yang khas mulai tercium memenuhi area sekitar. Hal ini tidak akan ditemukan oleh kita yang berada di area perkotaan. Hawa sejuk dan juga aroma yang khas dari hutan selalu menjadi teman setia kami saat mendaki Gunung Merbabu ini. Kondisi jalur pendakian yang tidak terlalu terjal memudahkan kami untuk mendaki. Sesampainya kami di tengah perjalanan, kami menemukan pemandangan Gunung Merapi, meskipun tidak terlalu terlihat jelas karena sedikit ditutupi kabut akibat cuaca buruk. Namun, pemandangan tersebut, bisa kamu nikmati di jalur pendakian Gunung Merbabu, Selo Boyolali ini.

Gunung Merbabu berdekatan dengan Gunung Merapi, sehingga pemandangan ini akan saling terlihat bila mendaki salah satu gunung tersebut. Menurut cerita, Gunung Merbabu pernah dijadikan sebagai tempat bertapanya Bujangga Manik yang merupakan seorang pangeran dari Kerajaan Sunda. Ia melakukan perjalanan mengelilingi Tanah Jawa dan Bali. Cerita ini diambil dari catatan perjalanan sang pangeran yang ditulis dalam daun nipah. Naskah Bujangga Manik seluruhnya terdiri dari 29 lembar daun nipah, yang masing-masing berisi sekitar 56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata. Saat ini naskah tersebut disimpan di Perpustakaan Bodley di Universitas Oxford.


Setelah cukup lama melakukan pendakian, sampailah pada pos pertama yaitu Sabana I, disini terhampar Padang Savana yang luas dan dijadikan sebagai tempat untuk mendirikan tenda para pendaki. Pada saat itu begitu banyak tenda pendaki yang sudah berdiri mengisi pos Sabana I. Kami beristirahat sejenak melepas lelah dan menikmati pemandangan. Disini kamu dapat menikmati keindahan tanaman legendaris yaitu Bunga Edelweis yang tumbuh menjalar luas ke badan bukit.

Usai beristirahat, Kami lalu melanjutkan pendakian menuju Pos Pendakian Sabana II dengan melewati bukit yang memiliki jalur terjal dan licin. Bila melewati jalur ini, perlu diperhatikan pemilihan jalur yang tepat karena bila salah kita akan terjatuh karena tanah dan bebatuan yang licin. Banyak para pendaki yang hilir mudik bergantian naik dan turun dari puncak, maka jangan heran jika kita mendaki gunung akan mendapatkan banyak teman dari berbagai daerah. Baik yang berasal dari dalam kota maupun luar kota.

Tidak hanya menikmati keindahanya kita juga bisa mengenal satu sama lain dalam kebersamaan yaitu menuju satu tujuan. Kehangatan yang terjalin satu sama lain merupakan anugrah dari alam sendiri. Dimana kita saling membantu dan mengingatkan untuk sama-sama mensyukuri nikmatnya dengan cara yang baik. Mendaki bukan soal menuju puncak, tetapi lebih memahami dan mengerti antara manusia dan alam.

Tak lama melewati jalur yang terjal itu akhirnya sampailah di pos berikutnya yaitu sabana II, dan disinilah letak keindahan Gunung Merbabu sebenarnya. Kami menemukan Padang Savana yang lebih luas lagi dari sebelumnya. Hamparan rumput hijau yang menguning dihembuskan angin dari selatan menuju ufuk timur, membawa setiap keluh kesah dunia menuju kesunyian yang fana. Sungguh surga dunia itu begitu nyata. Tampak perbukitan yang berliku-liku, dari kejauhan hamparan savana itu terus menyebar tiada batas. Keindahan yang patut kita jaga, jika kamu kesini, kamu akan merasakan sedang berada dalam mimpi yang indah namun nyata. Kami sangat bersyukur diberi kesempatan melihat pemandangan ini. Kami menghabiskan waktu dengan berdiam sejenak, menghela nafas dan berjalan menelusuri Padang Savana dengan mengikuti arah angin, yang menuntun untuk terus mengikuti jejaknya menuju puncak.


Teman-teman mengabadikan keindahan itu, tak luput satupun, setiap sudutnya diabadikan sebagai dokumentasi perjalanan kami. Terlihat jalur pendakian yang memanjang jauh menuju bukit berikutnya. Dari jauh para pendaki lain yang turun dari puncak, tertutup kabut mereka berjalan pelan karena takut jatuh terbawa angin yang sedang cukup kencang. 

Tak jauh dari situ kami akhirnya menemukan tempat yang luas untuk mendirikan tenda. Di depan kami terdapat bukit tinggi dan di sisi lainya adalah jurang yang begitu dalam. Kami memutuskan untuk melepaskan carrier dan membuka perbekalan lalu mendirikan tenda. Setelah cukup beristirahat, Salah satu teman kami mencoba berjalan ke arah bukit mengikuti jalan setapak menuju ke punggung bukit. Menurutnya, dari sana tidak terlihat apa-apa, hanya ada rerumputan yang ditiup angin dan satu pohon yang berdiri.

Kami mencoba menikmati suasana itu dengan menyusul ke bukit dan berdiam diri sambil merebahkan badan yang lelah seharian mendaki. Sungguh hening hanya terdengar desiran jutaan rumput yang tertiup angin, begitu nyaman berdiam diri disini. Dari sini sedikit terlihat bukit hijau dan birunya langit di depan mata. Inilah Indonesia sesungguhnya tidak hahya melihat di layar kaca saja, tetapi menikmati keindahanya secara langsung. Tak lama, teman sependakian lainnya menyusul ke atas bukit mereka ikut bersantai menikmati sore hari disini, di halaman belakang rumah, di tempat terindah, Gunung Merbabu.



Malam pun datang, angin yang dari sore hari tak berhenti berhembus terus menabrak tenda kami, kami memutuskan untuk tinggal di dalam tenda karena cuaca yang semakin dingin. Malam itu angin tak kunjung berhenti. Semakin larut, semakin besar angin yang berhembus, dan seketika pada waktu itu kami pun harus menghadapi badai yang cukup hebat.
Walaupun sudah larut, ada beberapa pendaki yang baru sampai dan melewati tenda kami. Ada juga beberapa yang mendirikan tenda berdampingan dengan tenda kami. Malam yang tidak akan pernah terlupakan, baru kali ini kami merasakan dilanda badai di atas gunung, suasana yang mencekam, angin yang keras, tenda yang terus bergoyang membuat kami selalu terjaga dan waspada bilamana terjadi sesuatu. Sempat sebelumnya pendaki lain mengingatkan bahwa cuaca di sekitaran puncak sedang tidak bersahabat, dan ternyata benar, kami akhirnya harus merasakan dahsyatnya badai itu. Sampai pagi cuaca tak kunjung bersahabat, hanya beberapa detik waktu terlihat cahaya matahari menyinari tenda kami setelah itu hujan kembali.

Selesai sarapan kami langsung berangkat menuju puncak, jalur sepenuhnya ditutupi kabut. Untuk menuju puncak dari tempat camp kami perlu melewati jalur yang terjal dan tanah yang basah karena badai semalam. Semakin ke atas, angin semakin besar. Kami menghabiskan waktu satu jam untuk menuju puncak dan akhirnya kami pun sampai pada Puncak Trianggulasi. Puncak menjadi tempat pertemuan antara jalur Thekelan dan Selo. Pemandangan pun tak berubah, semuanya ditutupi kabut, hari itu kami kurang beruntung karena bertepatan dengan cuaca buruk.

Namun, setidaknya kami bisa sampai disini tanpa kurang satu apapun. Bila cuaca bagus akan terlihat jelas beberapa gunung yang berada di sekitar merbabu, diantaranya Gunung Merapi, Gunung Lawu, Gunung Andong, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Walaupun di atas puncak, ada saja tangan-tangan jahil yang merusak suasana keindahanya dengan tindakan vandalisme. Namun keindahan alam yang sesungguhnya masih tetap tak ternilai.

Puncak adalah tempat untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, dengan memanjatkan doa dan mensyukuri nikmatnya. Bukan sebagai ajang pamer diri semata. Hal yang disayangkan bagi mereka yang merusak keindahan ini. Di atas puncak ada beberapa pendaki yang dari jalur lain bertemu satu sama lain, teman kami mengajak mereka untuk foto bersama. Di sisi lain puncak, ada beberapa tenda yang berdiri, bagaimana nasib mereka pada saat malam tadi, kami yang dibawah sudah begitu khawatir tenda kami dilanda badai, apalagi mereka di atas puncak dengan angin berlipat ganda. Selalu ada yang lebih dari kita, ini merupakan pelajaran bahwa sesulit apapun kita ada orang yang lebih sulit dari kita. Jangan menyerah dan hadapilah. Pelajaran dari alam sangat berharga patut kita pahami.

Setelah beberapa lama menikmati puncak, akhirnya kami memutuskan untuk turun. Kami pun pamit dan berterima kasih atas segalanya yang dapat kami nikmati dan rasakan di alam tanah Jawa ini. Perjalanan yang sangat berkesan dan akan menjadi kenangan dan rasa rindu untuk bertemu kembali suatu saat nanti. Kami pun meninggalkan Gunung Merbabu dengan membawa pengalaman dan cerita yang dirasakan pada masing-masing individu. Percayalah alam telah membentuk diri manusia untuk tetap tenang dan berusaha walau dalam keadaan sesulit apapun. Jadilah seperti hutan yang nampak diam namun menyimpan segala yang manusia butuhkan. Terima kasih semoga catatan ini bermanfaat bagi kalian yang memulai perjalanan.

You Might Also Like

0 komentar